Aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan kualitas (mutu) air menurun, sehingga air tersebut tidak dapat dipakai lagi sperti yang diharapkan. Kondisi air yang demikian disebut dengan air yang tercemar. Proses pencemaran air terjadi akibat masuknya zat asing (misalnya: limbah rumah tangga, limbah pabrik) ke dalam perairan yang melibihi ambang batas yang diperbolehkan, sehingga air tersebut tidak dapat dipergunakan lagi sesuai peruntukannya. Nilai ambang batas (jumlah maksimum atau minimum) yang bolh berada dalam perairan dapat dilihat pada kriteria kualitas air yang ditetapkan oleh pemerintah atau badan yang ditugasi pemerintah, misalnya Departemen kesehatan RI, WHO dan sejenisnya.
Salah satu kriteria kualitas air adalah derajat keasaman(pH). Pada dasarnya air yang baik adalah air yang tidak tercemar. Dalam kondisi yang demikian berarti air bersifat netral, sedangkan apabila di dalam perairan terdapat zat pencemar akan dapat berakibat sifat air berubah menjadi asam atau basa. Menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-03/MNKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991, ditetapkan bahwa air limbah pabrik yang boleh dibuang ke sungai atau lingkungan jika pH air limbah tersebut brkisar 6 sampai 9. Sedangkan menurut Surat Keputusan Gubenur Jawa Tengah No. KS.48/1987 tanggal 10 Nopember 1987 ditetapkan bahwa pH air limbah yang diperbolehkan adalah 6,5 sampai 8,5.
Beberapa sifat fisis yang dipersyaratkan untuk air limbah yang boleh dibuang ke sungai antara lain: air tidak berwarna, tidak berbau dan mempunyai suhu 100C lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu sungai (badan air).
pH merupakan kriteria kualitas kimia. Selain kualiatas kimia, kualitas fisis dan biologis juga menjadi kriteria kualitas air. Kualitas fisis meliputi warna, suhu dan kekeruhan, sedangkan kualitas biologis menyangkut keberadaan lumut, mikroorganisme patogen, dan sejenisnya. Kualitas kimia selain pH meliputi pula kadar oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO), kadar limbah organic yang diukur dari banyaknya oksigen yang diperlukan untuk mendegradasi (memecah) sampah organic yang dikenal dengan istilah Biological Oxygen Demant (BOD) dan kadar limbah anorganik yang diukur dari banyaknya oksigen yang diperlukan untuk memecah limbah anorganik yang dikenal sebagai angaka Chemical Oxygen Demant (COD).
Apabila di dalam perairan banyak mengandung sampah organic, maka jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk memecah sampah tersebut akan besar, dan ini berarti angka angka BOD-nya tinggi. Angka BOD tinggi berarti harga DO rendah, sebab dengan banyaknya oksigen yang digunakan untuk memecah sampah maka kadar oksigen yang terlarut dalam air akan menurun, demikian pula untuk harga COD.
Perairan yang mempunyai harga BOD tinggi umumnya akan menimbulkan bau tidak sedap, sebab bila BOD tinggi berarti DO rendah dan berarti pula pemecahan sampah organic akan berlangsung anaerob (tanpa oksigen). Proses anaerob merupakan pemecahan sampah (oksidasi) yang tidak menggunakan oksigen, sehingga akan dihasilkan senyawa-senyawa NH3, H2S, CH4 yang berbau tidak sedap. Tingginya BOD dan COD serta rendahnya DO menyebabkan hewan-hewan dan tumbuhan air tidak dapat berkembang dengan baik dan bahkan mati.
Harga BOD dan COD untuk air limbah yang diperbolehkan masing-masing 30 dan 80. Limbah yang belum memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan tidak boleh di buang ke lingkungan sebelum melalui pengolahan terlebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar